Minggu, 22 April 2012

efek samping obat pada ibu hamil

Di seluruh dunia saat ini masih ada sekitar 3000 janin lahir tanpa tangan dan kaki akibat alergi dan efek samping obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Hal ini mengingatkan bahwa perlu ketelitian dalam pemilihan dan pemberian obat khususnya pada ibu hamil.
Demikian disampaikan  Ketua Pengurus Besar Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia Prof. dr.  Iwan Dwiprahasto, MMedSc, Ph.D dalam seminar “Emergency in Dentistry” yang diselenggarakan Himpunan  Dokter Gigi Muda Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di  Asri Medical Center Yogyakarta, Jum’at (28/5).
Lebih lanjut Iwan menjelaskan, efek samping yang terjadi pada ibu hamil ini disebabkan karena pada trimester pertama biasanya sangat rentan terhadap obat-obatan. “Hal ini perlu mendapat perhatian dari para dokter agar lebih berhati-hati dalam memberikan resep. Karena dampak dari alergi dan efek samping obat dapat menimbulkan kecacatan pada bayi yang dikandungnya,” urainya.
Selain pada ibu hamil alergi dan efek samping obat, juga dapat terjadi pada orang biasa. Salah satu dampak dari efek samping obat adalah alergi khususnya pada kulit. Contoh bentuk alergi dan efek samping obat adalah urticaria yang ditandai dengan bengkak yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk. “Bentuk alergi ini biasa dikenal masyarakat dengan nama biduran,” katanya.
Iwan menambahkan, efek samping obat yang lebih serius membutuhkan rawat inap. “Ini perlu karena dapat menyebabkan kecacatan, life- threatening atau mengancam jiwa pasien hingga mengakibatkan kematian,” tuturnya.
Tidak setiap obat memiliki efek samping dengan waktu reaksi yang sama. Dalam dunia kedokteran jangka waktu ini di sebutonset. Efek samping obat yang akut akan akan bereaksi dalam waktu 60 menit setelah obat diminum. Sedangkan yang sub akut dapat muncul dalam jangka wakti 1-24 jam, dan yang laten atau lambat baru muncul setelah lebih dari 2 hari pasca obat diminum.
Iwan memaparkan bahwa sudah seharusnya dokter mengenali faktor-faktor risiko dari efek samping obat, dilihat dari umur. Karena anak dan usia lanjut selalu lebih beresiko lebih besar dibanding usia dewasa. Perubahan fisiologi, misalnya pada usia lanjut, fungsi ginjal menurun. Hal itu menyebabkan penumpukan obat yang tidak perlu pada ginjal. Sebelumnya sudah pernah mengalami efek samping obat.
Alergi dan efek samping obat seringkali terjadi dalam dunia kedokteran. Sehingga dokter gigi diminta untuk berhati-hati dalam memberikan resep dan lebih teliti dalam mengedukasi pasien. “Namun meskipun seringkali terjadi alergi dan efek samping obat, jangan sampai membuat dokter takut untuk memberikan resep. Selain perlu berhati-hati dalam memberikan resep seorang dokter harus terus menambah ilmunya seiring dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran gigi,” pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar